Ulayat Kenegrian Tiga Koto Sebelimbing Desa Siabu Kecamatan Salo, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau.
Ada tiga Datuk yang memimpin di Kenegrian
Tiga Koto Sebelimbing Desa Siabu Kecamatan Salo. Yang pertama adalah Datuk bandaro
hitam, saat ini yang menjabat sebagai datuk bandaro hitam adalah Aman, yang
kedua adalah Datuk besar koto padang, yang menjabat saat ini sebagai datuk
besar koto padang adalah Ardede, yang ke tiga adalah Datuk rajo melayu, saat
ini datuk Rajo Melayu di pegang oleh Saripudin, wilayah kenagarian tigo koto
sebelimbing desa siabu kecamatan Luasnya sekitar 10 ribu Ha, ulayat Kenegrian Tiga
Koto Sebelimbing ini Kampung tuanya adalah kampung pertemuan yang berada di
desa siabu, karena tata ruang, akses jalan yang dibuat pemerintah menyebabkan
kampung tua tersebut saat ini sudah ditnggalkan dan menjadi perkebunan dan
tempat yang tidak berpenghuni, hampir seluruh masyarakat adat Kenegrian Tiga Koto
Sebelimbing berpindah ke tempat yang ada akses jalannya, celakanya lagi saat
ini sebagian wilayah dan kampung tua Kenegrian Tiga Koto Sebelimbing telah dikuasai
oleh PT. PSPI (Perawang Sukses Perkasa Industri) group APP.
Kita coba lihat batas sepadan
dari Kenegrian Tiga Koto Sebelimbing desa Siabu Kecamatan Salo untuk ulayat
Datuk Rajo Melayu:
Batas ulayat, sebelah barat
berbatasan dengan wilayah datuk bandaro hitam siabu.
sebelah timur berbatasan dengan
datuk bandaro kebun durian dan datuk singo lipat kain.
Sebelah selatan berbatasan dengan
wilayah datuk besar koto padang.
Sebelah utara berbatasan dengan
wilayah datuk godang rumbio, wilayah datuk ulak simano rumbio dan wilayah datuk
rajo mangkuto.
Sungai lipai dan Sungai batang
ulak adalah dua sungai yang sangat
dikenal betul oleh masyarakat Kenegrian Tiga Koto Sebelimbing dimana sungai
tersebut mengalir di wilayah Kenegrian Tiga Koto Sebelimbing, dahulu sebelum
perusahaan HTI masuk kewilayah Kenegrian Tiga Koto Sebelimbing, masyarakat
hidup dengan tenang dan damai, setelah eksekutif dan legislatif mengeluarkan
kebijakan dan izin untuk areal HTI yang diperuntukan kepada perusahaan PT. PSPI
di wilayah Kenegrian Tiga Koto Sebelimbing, masyarakat sekarang dihadapkan
kepada konflik agraria, “MEREKA YANG MELAKUKAN DAN KAMI YANG MERASAKAN”
Konflik dimulai dari tahun 2006 antara
masyarakat Kenegrian Tiga Koto Sebelimbing dengan PT. PSPI,dari tahun 2006
sampai saat ini baru 3 kali perundingan yang sudah dilakukan terkait
permasalahan ini, perundingan dilakukan di pekanbaru. Namun belum menuai hasil
yang sesuai dan diharapkan oleh masyarakat adat Kenegrian Tiga Koto Sebelimbing.
Kemudian baru-baru ini dilakukan Dua kali perundingan yang dilakukan di kantor
PT. PSPI. Sampai saat ini konflik ini perundingan belum menuai hasil serta penerapan
hasil perundingan belum dilakukan dengan baik, saat ini pihak Kapolres akan
mempasilitasi pertemuan antara masyarakat adat datuk rajo melayu dengan PT.
PSPI. Dan besar harapannya bisa cepat diselesaikan dan kemujuran berpihak
kepada masyarakat adat Kenegrian Tiga Koto Sebelimbing.
Diperkirakan Dari total luas
10.000 H wilayah datuk rajo melayu Yang bersengketa 4500 Ha dengan PT. PSPI Dan
2000 Ha bersengketa dengan PT. Siliandra Perkasa. 3500 Ha berada diwilayah AWR
sebagai Lapangan Tembak bagi Auri.
Masyarakat
adat Kenegrian Tiga Koto Sebelimbing membentuk kelompok tani pada
wilayah adat agar dikelola dengan baik oleh anak koponakan, nama
kelompok tani tersebut adalah kelompok tani Pertemuan Jaya dan datuk
Rajo Melayu memberikan restu anak koponakan mengelola wilayah adat atau
yang kita kenal dengan ulayat seluas 2000 Ha. yang kondisinya saat ini
diserobot dan bermasalah dengan PT. PSPI (APP Group).
Konflik
sumberdaya alam seperti ini tidak hanya terjadi di kenagarian tiga koto
sebelimbing saja, konflik sumberdaya alam ini terjadi hampir diseluruh
indonesia. MASYARAKAT ADAT TANPA WILAYAH ADAT.
Dalam pemerataan
pembangunan nasional, berlindung dibalik kata kesejahteraan ekonomi,
investasi pemerintah indonesia mulai menjual kekayaan alam indonesia ke
tangan asing, apakah masyarakat di sekitar sumberdaya alam menjadi
sejahtera dan makmur, jawabanya tentu kita tau, kesengsaraan dan konflik
yang diterima oleh masyarakat yang berada disekitar sumberdaya alam
tersebut.
kapan mental korup itu hilang dari diri pejabat dan
aparat bangsa ini, dan kapan penerapan hukum positif di indonesia bisa
berjalan dengan adil dan benar, masyarakat adat mendapatkan hak kelola
yang penuh dan mendapatkan posisi yang kuat dimata hukum positif
indonesia, jika ini terlaksana dengan baik tentu konflik sumberdaya alam
di indonesia tidak akan pernah ada, masyarakat adat akan hidup tenang,
makmur dan sejahtera.