Cari Blog ketik disini

Rabu, 10 April 2013

NYATA ATAU MITOS, KOMITMEN SINAR MAS GROUP UNTUK HUTAN INDONESIA

Sejarah masa lalu Sinar Mas Group (SMG) tidak pernah lepas dari kontroversi. Perusahaan ini mendapat berbagai tudingan pelanggaran terhadap Undang-undang dan peraturan serta yang berkaitan dengan perusakan hutan alam, hilangnya habitat satwa endemik yang terancam punah, serta munculnya konflik sosial dengan masyarakat lokal dan adat di wilayah konsesinya.
Grup APP (Sinar Mas Grup) memiliki 7 pabrik pengolahan yaitu 3 di Perawang, Riau (Indah Kiat, Pindo Deli dan The Univenus), 4 di Jawa (Indah Kiat Serang, Indah Kiat Tangerang, Tjiwi Kimia dan Univenus Java), serta pabrik-pabrik mereka yang berlokasi di China (Gold East, Gold Huasheng, Yalong dan Ningbo Mills). Saat ini APP menguasai lebih dari 1 juta hektar lahan konsesi untuk memenuhi kebutuhan pabrik bubur kertasnya. Dengan tambahan pemasok independen-nya maka APP memiliki cadangan stok tambahan 1,5 juta hektar, dengan kapasitas produksi bubur kertas Sinar mas grup (SMG) sebesar 18 juta ton pertahun.
Mandat Undang-undang no. 41 tahun 1999 berdasarkan fungsi hutan terdiri dari:
  1. Hutan konservasi
  2. Hutan lindung
  3. Hutan produksi
TATA RUANG PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI
Keputusan Mentri Kehutanan Nomor: 70/Kpts-II/95 tentang pengaturan tata ruang hutan tanaman industri, Penataan ruang HTI bertujuan untuk mengatur penggunaan suatu unit areal HTI sesuai dengan peruntukannya, yaitu untuk::
a. Areal Tanaman Pokok ± 70 %
b. Areal Tanaman Unggulan ± 10 %
c. Areal Tanaman Kehidupan ± 5 %
d. Kawasan Lindung ± 10 %
e. Sarana Prasarana ± 5 %
APP masih belum bisa terbuka untuk data tanaman industrinya, hampir 2.5 juta hektar total luasan konsesi Sinar Mas secara keseluruhan, jika kita mengacu pada tata ruang pembangunan HTI dengan dasar hukum SK Mentri Kehutanan No. 70/Kpts-II/95, maka kita dapat menganalisa persoalan dan pertanyaan yang belum bisa terjawab oleh Sinar Mas saat ini:
  1. Dengan luasan konsesi saat ini, areal tanaman pokok yang 70 persen apakah sudah bisa memenuhi kebutuhan bahan baku produksi bubur kertas 18 juta ton pertahun?
  2. Data apakah sudah mencukupi kebutuhan bahan baku kayu serat panjang dan serat pendek dari konsesi yang ada saat ini?
  3. Data kawasan lindung 10 persen dari total luasan konsesi ?
  4. Data areal tanaman unggulan 10 persen?
  5. Data areal tanaman kehidupan 5 persen?
  6. Belum adanya Jaminan secara tertulis dalam menjaga kawasan lindung dan konservasi yang berada dekat areal konsesi Sinar Mas.
Masih banyak lagi persoalan yang harus diselesaikan dan saat ini menjadi pekerjaan rumah sinar mas grup, antara lain penyelesaian konflik sosial (Tata Batas, CSR yang tidak merata, dll), Persoalan lingkungan (Kawasan Gambut dalam, keterancaman sungai dan habitatnya oleh limbah kanal, penyelamatan dengan memberi ruang hutan untuk rumahnya satwa langka dan tumbuhan langka, dll), sertifikasi yang dimiliki Sinar mas saat ini belum mampu menjawab persoalan lingkungan dan konflik sosial yang ditimbulkan .
KONTROVERSI RESTORASI HUTAN RAWA GAMBUT
Dibawah ini ada beberapa aturan atau kebijakan yang mendukung perlindungan hutan rawa gambut:
  1. Keppres No.32 tahun 1990 dan PP No.47 tahun 1997, PP No.28 tahun 2008, yang secara tegas menyatakan bahwa kawasan gambut dengan kedalaman 3 meter atau lebih merupakan kawasan lindung.
  2. Protokol Kyoto tentang perubahan iklim yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No.17 tahun 2004. Restorasi hutan rawa gambut akan lebih berharga dan sangat efektif sebagai simpanan karbon.
  3. Konvensi lahan basah dunia yang diratifikasi pemerintah Indonesia melalui Keppres No.48 tahun 1991.
  4. Edaran Mentan No. 301/TU.210/M/12/2007 (13 Desember 2007) ttg Pemanfaatan Lahan untuk Pengembangan Kelapa Sawit Berkelanjutan. Point 2: Mencabut IUP bagi perusahaan yang tidak melaksanakan kegiatan di lapangansesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Hampir 70 persen konsesi Sinar Mas Grup (SMG) berada pada hutan rawa gambut, dari sisi kacamata hukum seharusnya tidak bisa ditoleransi, namun pada kenyataannya, tidak berjalannya proses hukum yang dilakukan penegak hukum untuk menjalankan mandat Undang-undang dan peraturan yang berlaku dinegara indonesia tercinta ini. Sudah ada kepastian hukum juga untuk perusahaan HTI tidak boleh lagi menebang (memanen) kayu hutan alam di areal konsesi HTI-nya, seperti yang terdapat dalam SK.101/Menhut-II/2004, tertanggal 24 Maret 2004 (perbaikan/perubahan dari SK Menhut No. 162/Kpts-II/2003, tanggal 21 Mei 2003).Lebih lanjut, dalam SK.101/2004, Bab III Deliniasi Areal HPHT, Pasal 4 disebutkan:


Jika kita lihat dari kacamata bisnis dan ekonomi mungkin bisa berbeda pendapat, dari perbedaan tersebut apakah dapat dicari solusi yang terbaik untuk hutan indonesia?