Sejarah masa
lalu Sinar Mas Group (SMG) tidak pernah lepas dari kontroversi. Perusahaan ini
mendapat berbagai tudingan pelanggaran terhadap Undang-undang dan peraturan
serta yang berkaitan dengan perusakan hutan alam, hilangnya habitat satwa
endemik yang terancam punah, serta munculnya konflik sosial dengan masyarakat
lokal dan adat di wilayah konsesinya.
Grup APP
(Sinar Mas Grup) memiliki 7 pabrik pengolahan yaitu 3 di Perawang, Riau (Indah
Kiat, Pindo Deli dan The Univenus), 4 di Jawa (Indah Kiat Serang, Indah Kiat
Tangerang, Tjiwi Kimia dan Univenus Java), serta pabrik-pabrik mereka yang
berlokasi di China (Gold East, Gold Huasheng, Yalong dan Ningbo Mills). Saat
ini APP menguasai lebih dari 1 juta hektar lahan konsesi untuk memenuhi
kebutuhan pabrik bubur kertasnya. Dengan tambahan pemasok independen-nya maka
APP memiliki cadangan stok tambahan 1,5 juta hektar, dengan kapasitas produksi
bubur kertas Sinar mas grup (SMG) sebesar 18 juta ton pertahun.
- Hutan konservasi
- Hutan lindung
- Hutan produksi
TATA RUANG PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI
Keputusan Mentri Kehutanan Nomor: 70/Kpts-II/95
tentang pengaturan tata ruang hutan tanaman industri, Penataan ruang HTI
bertujuan untuk mengatur penggunaan suatu unit areal HTI sesuai dengan
peruntukannya, yaitu untuk::
a. Areal Tanaman Pokok ± 70 %
b. Areal Tanaman Unggulan ± 10 %
c. Areal Tanaman Kehidupan ± 5 %
d. Kawasan Lindung ± 10 %
e. Sarana
Prasarana ± 5 %
APP masih
belum bisa terbuka untuk data tanaman industrinya, hampir 2.5 juta hektar total
luasan konsesi Sinar Mas secara keseluruhan, jika kita mengacu pada tata ruang
pembangunan HTI dengan dasar hukum SK Mentri Kehutanan No. 70/Kpts-II/95, maka
kita dapat menganalisa persoalan dan pertanyaan yang belum bisa terjawab oleh
Sinar Mas saat ini:
- Dengan luasan konsesi saat ini, areal tanaman pokok yang 70 persen apakah sudah bisa memenuhi kebutuhan bahan baku produksi bubur kertas 18 juta ton pertahun?
- Data apakah sudah mencukupi kebutuhan bahan baku kayu serat panjang dan serat pendek dari konsesi yang ada saat ini?
- Data kawasan lindung 10 persen dari total luasan konsesi ?
- Data areal tanaman unggulan 10 persen?
- Data areal tanaman kehidupan 5 persen?
- Belum adanya Jaminan secara tertulis dalam menjaga kawasan lindung dan konservasi yang berada dekat areal konsesi Sinar Mas.
Masih banyak
lagi persoalan yang harus diselesaikan dan saat ini menjadi pekerjaan rumah
sinar mas grup, antara lain penyelesaian konflik sosial (Tata Batas, CSR yang
tidak merata, dll), Persoalan lingkungan (Kawasan Gambut dalam, keterancaman
sungai dan habitatnya oleh limbah kanal, penyelamatan dengan memberi ruang
hutan untuk rumahnya satwa langka dan tumbuhan langka, dll), sertifikasi yang
dimiliki Sinar mas saat ini belum mampu menjawab persoalan lingkungan dan
konflik sosial yang ditimbulkan .
KONTROVERSI RESTORASI HUTAN RAWA GAMBUT
Dibawah
ini ada beberapa aturan atau kebijakan yang mendukung perlindungan hutan rawa
gambut:
- Keppres No.32 tahun 1990 dan PP No.47 tahun 1997, PP No.28 tahun 2008, yang secara tegas menyatakan bahwa kawasan gambut dengan kedalaman 3 meter atau lebih merupakan kawasan lindung.
- Protokol Kyoto tentang perubahan iklim yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No.17 tahun 2004. Restorasi hutan rawa gambut akan lebih berharga dan sangat efektif sebagai simpanan karbon.
- Konvensi lahan basah dunia yang diratifikasi pemerintah Indonesia melalui Keppres No.48 tahun 1991.
- Edaran Mentan No. 301/TU.210/M/12/2007 (13 Desember 2007) ttg Pemanfaatan Lahan untuk Pengembangan Kelapa Sawit Berkelanjutan. Point 2: Mencabut IUP bagi perusahaan yang tidak melaksanakan kegiatan di lapangansesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Hampir 70
persen konsesi Sinar Mas Grup (SMG) berada pada hutan rawa gambut, dari sisi
kacamata hukum seharusnya tidak bisa ditoleransi, namun pada kenyataannya,
tidak berjalannya proses hukum yang dilakukan penegak hukum untuk menjalankan
mandat Undang-undang dan peraturan yang berlaku dinegara indonesia tercinta
ini. Sudah
ada kepastian hukum juga untuk perusahaan HTI tidak boleh lagi menebang
(memanen) kayu hutan alam di areal konsesi HTI-nya, seperti yang terdapat dalam
SK.101/Menhut-II/2004, tertanggal 24 Maret 2004 (perbaikan/perubahan dari SK
Menhut No. 162/Kpts-II/2003, tanggal 21 Mei 2003).Lebih lanjut, dalam
SK.101/2004, Bab III Deliniasi Areal HPHT, Pasal 4 disebutkan:
Jika kita lihat dari kacamata bisnis dan
ekonomi mungkin bisa berbeda pendapat, dari perbedaan tersebut apakah dapat
dicari solusi yang terbaik untuk hutan indonesia?