Cari Blog ketik disini

Kamis, 25 September 2014

Kepastian Hukum Untuk Kawasan Hutan Di Provinsi Riau Merujuk Pada UU No.41/1999.

UUD 1945 sesungguhnya telah menggariskan hukum dasar pengelolaan sumber daya alam dengan prinsip yang sangat ideal. Pada Pasal 33 ayat 3 ditegaskan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Tetapi sayangnya dalam pengaturan dan pelaksanaannya, hal yang lebih ditonjolkan adalah aspek menguasai oleh negaranya sehingga mengedepanlah konsep Hak Menguasai oleh Negara. Konsep ini dapat juga kita temui diantaranya dalam UU No.5/1960 tentang Agraria (UUPA) dan lebih khusus menyangkut kehutanan dapat juga kita temui dalam UU No.5/1967 tentang Kehutanan.

Mari kita lihat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1970 Tentang Hak pengusahaan hutan dan hak pemungutan hasil hutan, dalam rangka Pelaksanaan Undang-undang No. 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan. Lebih spesifik lagi bisa kita lihat pada Pasal 10 ayat (2) dimana isinya menegaskan bahwa “Luas areal hutan yang diberikan sebagai areal kerja kepada Pemegang Hak sebagaimana dilukiskan pada peta lampiran Surat Keputusan Hak Pengusahaan Hutan yang dikeluarkan Menteri Pertanian sekaligus merupakan penetapan Kawasan Hutan. Hampir sebagian besar wilayah Riau dibebeni dengan Hak penguasaan hutan (HPH), Jika kita hayati kembali makna dari Pasal 10 ayat (2) ini perintahnya adalah dengan diberikannya Hak Penguasaan Hutan kepada pemegang Hak juga sekaligus HPH tersebut ditetapkan sebagai Kawasan hutan.

Setelah Izin HPH habis masa waktunya dan tidak diperpanjang oleh pemegang hak maka Kementrian Pertanian dan atau Kementrian kehutanan menerbitkan izin baru (HTI dan Perkebunan Sawit) pada areal HPH tersebut dimana Areal tersebut adalah kawasan hutan.

Puncak permasalahan terkait dengan kebijakan atas status kawasan hutan yang kemudian memberikan pengaruh sosial, politik dan hukum di Indonesia adalah ketika Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) melalui SK Mentan No.680/Kpts/Um/8/1981 tantang Pedoman Penatagunaan Hutan Kesepakatan, Penetapan sepihak inilah yang kemudian menjadi pangkal bala berkepanjangan.

Jika kita melihat Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 173/kpts-II/1986 (TGHK) tentang penunjukan area hutan di wilayah Provinsi Riau, di perbaharui pada tahun 2011 dengan keluarnya SK. 7651/Menhut-VII/KUH/2011 tentang Kawasan Hutan Provinsi Riau dan kemudian saat ini sudah keluar SK. 673/Menhut-II/2014 tentang perubahan peruntukan kawasan hutan yang masih mengantung karena tarek ulur kepentingan, mari kita lihat dalam SK. 173/kpts-II/1986 pada butir ketiga yang berbunyi : memerintahkan kepala badan Inventarisasi dan tata guna hutan untuk melaksanakan pengukuran dan penataan batas kawasan hutan tersebut dilapangan. “ padahal perintah tersebut sudah dikeluarkan tahun 1986 sampai sekarang belum dilaksanakan pada sebagian besar kawasan hutan di Provinsi Riau. Inilah awal mula kehancuran kawasan hutan di Provinsi Riau.

Permasalahan status kawasan hutan di Provinsi Riau ini tidak pernah memberikan kepastian hukum yang mengikat, adanya putusan MK/2011. Dimana Mahkamah Konstitusi menyatakan, bahwa “ditunjuk dan atau” yang ada di dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 41/1999 bertentangan dengan konstitusi. Dengan kata lain perubahan Pasal 1 angka 3 UU No. 41/1999 dari:
”Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.”
Menjadi:
”Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.”

Setelah ditetapkan tentu tugas pemerintah tidak selesai sampai disitu saja, pengawasan adalah hal yang terpenting guna menjaga kawasan hutan agar tetap lestari.

Saat ini untuk status kawasan Konservasi di provinsi Riau yang sudah di  kukuhkan adalah :
1.   SM Bukit Batu luas lahan 21.500 Ha, sudah dikukuhkan SK Menthutbun No.482/Kpts-II/1999 tanggal 29 juni 1999.
2.      SM Tasik Belat luas lahan 2.529 Ha, sudah dikukuhkan SK Menhutbun No.480/Kpts-II/1999 tanggal 29 juni 1999.
3.   SM Danau Pulau Besar / Danau Bawah luas lahan 28.237,95, sudah dikukuhkan SK Menhutbun No.668/Kpts-II/1999 tanggal 26 Agustus 1999.
4.   SM Tanjung Padang luas lahan 4.925, sudah dikukuhkan SK menhutbun No. 349/Kpts-II/1999 tanggal 26 Mei 1999.
5.    Hutan Wisata / Taman Wisata Alam Muka Kuning, luas lahan 2.065,62 sudah dikukuhkan SK Menhut No. 427/Kpts-II/1992 tanggal 5 Mei 1992.
6.      Hutan Wisata / Taman Wisata Alam Sungai Dumai, luas lahan 4.712,5 sudah dikukuhkan SK Menhut No. 154/Kpts-II/1990 tanggal 10 April 1990 (Sumber Besar KSDA Riau).


Inilah daftar tata batas kawasan Konservasi di Wilayah Provinsi Riau yang baru statusnya Penunjukan:
1. SM Kerumutan luas lahan 120.000 Ha
2. SM Balai Raja luas lahan 18.000 Ha
3. SM Tasik Besar luas lahan 3.200 Ha
4. SM Tasik Sarang Burung luas lahan 6.900 Ha
5. SM Bukit Rimbang – Bukit Baling luas lahan 136.000 Ha
6. SM Giak Kecil luas lahan 84.967,44 Ha
7. Pusat Latihan gajah Bersama luas lahan 5.873 Ha
8. CA Bukit Bungkuk luas lahan 20.000 Ha
9. Ca Pulau Berkey luas lahan 559,6 Ha
10. TB Pulau Rempang luas lahan 16.000 Ha