Cari Blog ketik disini

Sabtu, 11 Juni 2011

RTR Atasi Konflik Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan

11 Agustus 2010 | Sekretariat

Konflik pemanfaatan ruang di kawasan hutan merupakan masalah multidimensional yang harus diselesaikan oleh semua sektor. Rencana Tata Ruang (RTR) yang memuat kesepakatan dari seluruh pemangku kepentingan sesuai proses dan prosedur penyusunannya diharapkan mampu meminimalisasi konflik tersebut. Demikian diungkapkan Direktur Penatagunaan Tanah Badan Pertanahan Nasional, Agus Setyarso dalam Seminar Upaya Penyelesaian Konflik Tata Ruang di Kawasan Hutan Negara di Jakarta (10/8).

Agus menambahkan, pelaksanaan pembangunan yang memerlukan ruang semestinya mengikuti ketentuan RTR, termasuk didalamnya sektor kehutanan. Upaya debottlenecking hambatan investasi yang memanfaatkan kawasan hutan dapat diatasi melalui ketentuan pasal 31 PP No. 15/2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (PP PPR). Disebutkan, perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan serta penggunaannya berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan bidang kehutanan.

Kepala Bagian Hukum Setditjen Penataan Ruang Dadang Rukmana mengatakan, pengaturan zonasi sektoral kehutanan diperlukan untuk melaksanakan ketentuan peruntukan dan fungsi kawasan hutan serta penggunaanya ke depan. Pengaturan zonasi sektor kehutanan memuat arahan mengenai hal-hal yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan dilarang dalam kawasan hutan.

Di kesempatan yang sama, Hariadi Kartodiharjo dari Dewan Kehutanan Nasional mengusulkan alternatif solusi dalam penyelesaian konflik pemanfaatan kawasan hutan. Antara lain melalui penegakan hukum, pelepasan semua kawasan hutan yang terlanjur untuk kegiatan non-kehutanan, dan mengakomodir perkebunan di dala kawasan hutan secara terbatas.

Selain itu, Kementerian Kehutanan perlu menyusun sistem informasi yang terkait dengan kehutanan seperti batas hutan, penunjukan kehutanan, pengukuhan hutan, status hutan, dan sebagainya. Hal ini dimaksudkan agar nantinya tidak terjadi overlapping pemanfaatan ruang yang kemudian akan menimbulkan konflik, tegas Hariadi. (ai/ibm)
sumber: http://www.penataanruang.net/detail_b.asp?id=1243 

Jumat, 10 Juni 2011

Konflik Ruang PT. RAPP dengan Masyarakat Pulau Padang Kabupaten Meranti

Analisis Media Harian Lokal di Riau; Terbit Per 1-4 Juni 2011 PDF Cetak Email
Oleh Redaksi   
Selasa, 07 Juni 2011 21:04

Terkait Eskavator dan Camp PT RAPP Dibakar

Oleh Forum Pers Mahasiswa Riau

Siapa sesungguhnya membakar dua eskavator dan dua camp (bedeng) milik PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Desa Tanjung Padang, Pulau Padang, Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau?

PT RAPP? Massa STR? Massa X?  Individu? Atau terbakar secara otomatis?

Bagaimana membuktikan? Wartawan wajib melakukan disiplin verifikasi. Bukan menerapkan jurnalisme omongan. Fopersma Riau menilai media harian lokal di Riau tidak disiplin menerapkan disiplin verifikasi. Ini bahaya, sebab menimbulkan desas-desus, propaganda dan fitnah di tengah-tengah masyarakat.

SEKAPUR SIRIH

Forum Pers Mahasiswa (Fopersma) Riau adalah wadah ‘bercengkrama’ Lembaga Pers Mahasiswa (LPM). Hari ini tercatat enam anggota Fopersma Riau; LPM Visi Unilak, LPM Aklamasi UIR, LPM Bahana Mahasiswa UR, LPM Tekad Jurusan Komunikasi UR, LPM Gagasan UIN Suska, LPM Aksara UMRI. 

Namun yang terlibat aktif dalam pembuatan analisis; LPM Aklamasi UIR, Bahana Mahasiswa UR, dan Gagasan UIN Suska Riau. Sebelumnya Fopersma telah merilis, di akun blog; forumpersmahasiswariau.blogspot.com; analisis tujuh harian lokal terbitan 1 Juni 2011. Melihat hasil analisis itu, Fopersma melakukan analisis harian lokal terbit 1-4 Juni 2011.

Menarik melihat permberitaan tujuh harian lokal Riau; terbit 1-4 Juni 2011. Soal pembakaran dua eskavator dan camp RAPP di Desa Tanjung Padang, Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti. Fopersma mulai intens mendiskusikan ini mulai 1 Juni 2011. Tujuannya; melihat perkembangan pemberitaan harian lokal terkait kasus di atas.

Pertama, soal kronologis hingga terjadi kebakaran. Ada media menyebut terbakarnya dua unit eskavator dan camp PT RAPP tepat setelah aksi massa STR, dan ada media menyebut kejadian itu setelah aksi bubar. Ada yang mengatakan, bahwa pelaku pembakaran adalah massa STR dan SEGERA, ada juga katakan orang tak dikenal. Ini bias pertama.

Kedua, soal jumlah massa aksi. Ini juga simpang siur dalam pemberitaan. Ada katakan 200 orang, ada 600 orang, 1000 orang, dan ada 1.500 orang. Ini bias kedua.

Menurut konferensi pers STR, 1 Juni 2011, mereka katakan terbakarnya dua eskavator dan camp PT RAPP di luar agenda aksi. Artinya tidak ada sangkut paut kejadian itu dengan STR.
Melihat ambiguitas pemberitaan ini, Fopersma identifikasi dan mencatat beberapa poin, yang kami anggap bias.

ANALISIS

Munculnya desas-desus dalam pemberitaan media, akibat disiplin verifikasi tak dijalankan. Dalam buku Bill Kovach dan Tim Rosenstiel berjudul Sembilan Elemen Jurnalisme, elemen ini penting dilaksanakan untuk menyaring informasi bersifat desas-desus, opini, dan propaganda. Dan selanjutnya tidak menjadikan berita itu sebagai jurnalisme omongan.

Sebaiknya kata keliru; anarkis, amuk massa tak digunakan dalam pemberitaan ini, karena belum ada yang memastikan kejadian terbakarnya eskavator dan camp milik PT. RAPP. Keliru ini hadir karena si wartawan tak melakukan verifikasi semua informasi yang muncul.

Misal, soal desas-desus siapa pelaku pembakaran? Wartawan seyogyanya menggunakan disiplin menentukan narasumber. Ada narasumber lingkaran pertama; pelaku. Kedua; saksi. Ketiga; dokumen.

Kekeliruan juga muncul ketika media langsung menjustifikasi bahwa pelaku pembakaran adalah massa aksi. Sedangkan pihak seperti polisi belum menentukan siapa pelakunya. Walau, keterangan polisi pun belum layak langsung dikutip, mesti diverifikasi terlebih dahulu.

Dalam kasus ini, sebaiknya pelaku dikejar lebih dulu. Jika pelaku sulit didapat, saksi—lingkaran narasumber kedua—tentu dikonfirmasi dahulu. Baru dokumen; bisa dari kepolisian. Tentu ini mengharuskan wartawan turun ke tempat kejadian.

Ada lagi soal metoda cover both side. Dari tujuh harian, ada beberapa harian yang tak disiplin pada metoda ini. Misal pada terbitan harian Pekanbaru MX, Metro Riau dan Haluan Riau terbitan 1 Juni 2011.

Sebaiknya dalam kasus ini, untuk Pekanbaru MX tak langsung menjustifikasi pihak STR dan SEGERA yang melakukan pembakaran tanpa memverifikasi kepada STR dan SEGERA. Ini tentu akan menjadi riskan.

Ada lagi soal pemilihan narasumber. Dalam peristiwa ini, narasumber dari Polsek Merbau dan Polres Bengkalis jadi ‘idola’. Keseragaman media mengutip omongan dari kepala dua instansi itu, tanpa melakukan verifikasi juga akan riskan. Dengan kondisi kinerja kepolisian hari ini, kami masih meragukan omongan kepolisian.

Mengacu pada Sembilan Elemen Jurnalisme dalam buku Andreas Harsono berjudul ‘A9ama’ Saya Adalah Jurnalisme, loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada masyarakat. Ini elemen kedua dalam jurnalisme. Fopersma kembali menilai, terjadi bias loyalitas dalam tujuh media ini, bahkan beberapa media terkesan berpihak kepada perusahaan. Miris sekali.

Memahami elemen kedua ini, perlu kita ketahui dulu kondisi warga Pulau Padang hari ini. Sebaiknya munculkan pertanyaan, bagaimana kondisi warga di Pulau Padang hari ini? Apa yang yang dibutuhkan mereka?

Menurut Fopersma, warga butuh kepastian, siapa pelaku pembakaran itu. Sebaiknya media menyuguhkan informasi ini secara benar, bukan desas desus, opini, atau propaganda. Di sinilah seyogyanya praktisi jurnalisme bekerja.

Kebenaran, masih dalam Sembilan Elemen Jurnalisme, bersifat fungsional. Bukan versi A, B dan versi C. Untuk mendapatkan kebenaran semacam ini, tentu harus disiplin pada metoda; intisari jurnalisme adalah disiplin verifikasi.

Kami menilai Media harian lokal di Riau edisi 1-4 Juni 2011 juga melanggar Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers terutama pasal 5, 6 dan 7:

Pasal 5 ayat 1 (satu) berbunyi: Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
Pasal 6 berbunyi; Pers nasional melaksanakan peranannya sebagai berikut :
a. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
b. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, 
dan  Hak Asasi Manusia, serta menghormat kebhinekaan;
c. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar;
d. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kepentingan umum;
e. memperjuangkan keadilan dan kebenaran;
Pasal 7 ayat 2 berbunyi: Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.


SIKAP FOPERSMA:

1. Prihatin terhadap media harian lokal di Riau yang sudah memunculkan desas-desus, propaganda,    bahkan opini dalam kasus terbakarnya eskavator dan camp PT. RAPP di Pulau Padang, tanpa disiplin verifikasi.

2. Media tidak boleh menggunakan narasumber seragam, dalam hal ini kepolisian. Terkait kinerja kepolisian dalam penyelesaian kasus, masih kami ragukan. Sebab, Polisi bukanlah sumber utama dalam peristiwa tersebut.

3. Meminta kepada media nasional dan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum untuk memantau kasus ini. Jangan sampai terjadi ‘perselingkuhan’ antara Media lokal, Kepolisian dan Perusahaan PT RAPP hingga masyarakat jadi korban, dan lingkungan hidup di Kabupaten Meranti hancur.

Hormat kami,



Aang Ananda Suherman
Koordinator Forum Pers Mahasiswa Riau



IDENTIFIKASI

1. Riau Pos

Terbit 1 Juni 2010
Judul: Camp RAPP Dibakar Massa
Narasumber:
-Eko, Kepala Security RAPP
-Surya, Anggota Security RAPP
-AKP Yudi Fahmi, Kasat Intel
-AKBP Ahmad Kartiko, Kapolres Bengkalis
-Salomo Sitohang, Asisten Manajer RAPP
-Riduan, Ketua STR, ditelpon tapi tak dijawab
-Sutarno, Sekretaris STR
-Rubi Handoko, Ketua Komisi II DPRD Meranti

Catatan 1: Menggunakan bahasa anarkis, tapi tak ada satupun yang membuktikan peristiwa itu anarkis. Massa 200 orang, ini juga belum tahu jumlah pasti. Sejumlah media beragam menyebut jumlah massa aksi. Pemberitaan mengarah ke STR karena demo STR sore harinya.

Terbit 2 Juni 2011
Judul: KNPI Meranti Kecam Aksi di Pulau Padang
Narasumber:
-Asyari, Ketua KNPI Meranti
-Hardiansyah, Sekretaris KNPI Meranti
-Jhoni, Pengurus KNPI

Catatan 2: Gunakan bahasa sekolompok massa, melakukan kerusuhan dengan aksi pembakaran. Kata anarkis. Ini juga belum terverifikasi dengan baik.

Judul: Kasus Pembakaran Camp Harus Ditangani Persuasif
Narasumber:
-Hafizan Abas, Anggota DPRD Meranti

Catatan 3: Ada kalimat, “Masyarakat yang menolak kebijakan tentang hutan di Pulau Padang, bukan terorisme. Karena masyarakat bertindak anarkis. Pasti ada salah satu pihak yang tetap memaksakan diri dan tak mau mengalah.” Ini juga mengaitkan bahwa massa aksi yang lakukan pembakaran. 


2. Berita Terkini
Terbit 1 Juni 2010
Judul: Dua Alat Berat RAPP Dibakar
Narasumber:
-AKP Syawaluddin Pane, Kapolsek Merbau
- Riduan, Ketua STR

Catatan: Pemberitaan mengarah bahwa STR yang lakukan pembakaran karena massa STR lakukan demo sebelumnya. Juga menyebut massa 1000-an tanpa disiplin verifikasi yang ketat.

3. Pekanbaru MX
Terbit 1 Juni 2011
Judul: Saksi Pembakaran Eskavator Diperiksa
Narasumber:
-AKBP Ahmad Kartiko, Kapolres Bengkalis
-AKP Syawaludin Pane, Kapolsek Merbau

Catatan: Gunakan bahasa anarkis. Tidak ada wawancara STR, menuduh STR pelaku pembakaran pada teks foto. Bahasanya; Kondisi eskavator milik RAPP yang dibakar masaa STR dan SEGERA di Pulau Padang mendapat peninjauan dari anggota komisi dua DPRD (teks foto), sebut 600 massa

Terbit 4 Juni 2011
Judul: STR dan SEGERA Bantah Melakukan Pembakaran
Narasumber :
-Dessri Kurniawati SH, Sekretaris STR
-Antoni Fitra, Koordinator Sentral SEGERA

Catatan: Menggunakan bahasa ‘AMUK MASSA’. Padahal tidak ada satupun yang tahu ada amuk massa. Pekanbaru MX sudah memuat hak jawab STR dan SEGERA terkait mereka tak ada kaitannya dengan peristiwa ini. Namun Pekanbaru MX tak mengakui kesalahan telah menuduh STR dan SEGERA lakukan pembakaran.

4. Metro Riau
Terbit 1 Juni 2011
Judul: 2 Eskavator dan Dua Camp RAPP Dibakar Massa
Narasumber:
-AKP Syawaludin Pane, Kapolres Merbau
-Salomo Sitohang, Asisten Manajer RAPP
-Rubi Handoko, Ketua Komisi II DPRD Meranti
-Firdaus, Fauzi Hasan, Suryana; Anggota DPRD
-Herman, Ketua Komisi I DPRD Meranti
-M. Fuad, Kepala Bidang Kehutanan Dinas Kehutanan Meranti

Catatan: Gunakan bahasa anarkis. Masukkan opini. Redaksinya, “Namun ratusan massa yang bergerak menuju Sungai Hiu desa Tanjung Padang dengan menggunakan lima kapal motor (Pompong) berusaha menduduki lahan yang akan dijadikan area kawasan produksi HTI PT. RAPP. Namun tidak ada warga yang dituduh diwawancarai. Lalu kembali menuduh dengan redaksi; pada pukul 17.00 WIB massa yang kecewa membubarkan diri setelah membakar sisa kayu-kayu, selanjutnya menaiki kapal pompong. Ini juga tak terverifikasi dengan ketat.

5. Tribune Pekanbaru
Terbit 1 Juni 2011
Judul: Bentangkan Baliho Komnas HAM
Narasumber:
-M Riduan, Ketua STR Meranti
-Sutarno, Koordinator Aksi STR
-Rusmadiyah, Greenpeace

Terbit 2 Juni 2011
Judul: Ada Indikasi Salahkan STR
Narasumber:
-Terry Hendra Chaniago, Ketua umum STR
-Dessri Kurniawati, Sekretaris STR
-Sugiharto, SH, Kuasa hukum STR
-M.Riduan, Ketua STR Kepulauan Meranti

Judul: Pembangunan Jalan Dihentikan
Narasumber:
-Salomo Sitohang, Asisten Manager Hubungan Media RAPP

Terbit 3 Juni 2011
Judul: Rekomendasi Komnas Diabaikan
Narasumber:
-Hariansyah Usman, Direktur WALHI Riau
-Salomo Sitohang, Asisten Manager RAPP

Judul: Komisi A Panggil Dinas Kehutanan
Narasumber:
-Bagus Santoso, Ketua komisi A DPRD Riau

Judul: Investor Harus Hargai Masyarakat (Pada rubric tribuners)
Catatan: Tribune Pekanbaru cukup baik dalam cover both site. Namum pada rubrik Tribuners terbitan 3 Juni 2011, pada pengantar TEMA mencantumkan kalimat; Dua unit eskavator dan dua camp PT.RAPP dibakar massa dalam aksi unjuk rasa.

6. Koran Riau
Terbit 1 Juni 2011
Judul: Alat Berat dan Camp RAPP Dibakar
Narasumber:
-AKP Syawaludin Pane, Kapolsek Merbau
-Riduan, Ketua DPD STR Meranti

Catatan: Pemberitaan mengarah kepada adanya aksi sebelum peristiwa pembakaran, tidak memverifikasi saksi yang katanya melihat lima orang keluar dari hutan sekitar TKP.

Sub Judul: Wabup: Stop Operasional RAPP
Narasumber:
-Masrul Kasmy, Wabup Meranti

Catatan: Masih gunakan bahasa anarkis.

7. Haluan Riau
Terbit 1 Juni 2011
Judul: Eskavator dan Camp RAPP Dibakar
Sub Judul: Pelaku diduga massa STR
Narasumber:
-Abu Sopian, Kades Tanjung Padang
-Rubi Handoko, Ketua Komisi II DPRD Meranti
-AKP Syawaludin Pane, Kapolsek Merbau
-Salomo Sitohang, Asisten Manajer Humas RAPP

Catatan: Tidak ada wawancara STR, kalimat yang muncul; pengrusakan dan kekerasan. Massa 600 orang, sekitar 200 orang kembali lagi ke Sungai Hiu, KABARNYA terjadi perdebatan soal pembakaran eskavator dan ada yang setuju dan tidak setuju. Cerita ini tak jelas dari mana asal usulnya.

Terbit 3 Juni 2011
Judul: STR Bantah Lakukan Pembakaran Aset RAPP
Narasumber:
-Terry Hendra Chaniago, Ketua STR
-Dessri Kurniawati, Sekretaris STR
-Sugiharto, Kuasa Hukum STR
-Bagus Santoso, Ketua Komisi A DPRD Riau
-Zukri, Anggota Komisi A

Catatan: Ada bahasa aksi anarkis yang dilakukan masyarakat. Ini juga belum jelas.

Terbit 4 Juni 2011
Judul: Pasca Pembakaran Aset di Pulau Padang Kehadiran RAPP  Butuh Pengkajian Lebih Mendalam
Narasumber:
-Basiran, Anggota DPRD Kepulauan Meranti
-Hariansyah Usman, Direktur Eksekutif WALHI Riau
-Salomo Sitohang, Asisten Manager Hubungan Media RAPP
-Brigjen Pol Suedi Husein, Kapolda Riau
-Sugiarto, SH, Kuasa Hukum STR

Catatan: Masih gunakan aksi anarkis yang dilakukan masyarakat. Tidak ada wawancara warga.

8. Media Riau
Terbit 3 Juni 2011
Judul: RAPP di Pulau Padang, Azuwir: Harus Duduk Bersama
Narasumber:
-HT Azuwir, Ketua Komisi B DPRD Riau

Catatan : Mengarah ke STR karena demo sebelumnya. Jumlah massa seribuan warga dari sejumlah desa di Pulau Padang.

Judul: STR Bantah Dibalik Peristiwa Pembakaran Eskavator dan Camp PT.RAPP
Narasumber:
-Terry Hendra Chaniago, Ketua Umum STR
-Dessri Kurniawati, Sekretaris STR