Konsekuensinya
adalah 88,8% Pertambangan migas dikuasai oleh asing (Syeirazi,2012), sedangkan pemerintah
indonesia hanya dapat royalty yang tentu nilainya sangat kecil jika dibandingkan
dengan nilai yang diperoleh Investor/Perusahaan asing. Sebagai contoh
berdasarkan peraturan pemerintah (PP) No.45 tahun 2003 PT. Freeport hanya
diwajibkan membayar royalty sebesar 3,75 % dan jumlah yang dibayarkan
kepemerintah pun hanya sebesar 1 % (Dhany,2012). Begitu juga dengan batu bara,
royalty nya hanya sebesar 13,50 % dan berdasarkan data ICW tahun 2008 tunggakan
royalty batu bara mencapai angka Rp. 16,482 T.
Perusahaan-perusahaan
asing juga telah merugikan negara melalui pembebanan cost recovery, data dari
hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan menunjukan
dari tahun 2000-2008 potensi kerugian negara akibat pembebanan cost recovery
sektor migas yang tak tepat mencapai Rp. 345,996 triliun. Dalam 8 tahun,
rata-rata potensi kerugian negara mencapai Rp. 38.4 triliun per tahun atau Rp.
1,7 miliar tiap hari. Pada pemeriksaan semester II-2010, BPK kembali menemukan
17 kasus ketidaktepatan pembebanan cost recovery yang berpotensi merugikan
negara sebesar 66,47 juta dollar AS (Syeirazi, 2012). Kasus korupsi chevron merugikan
negara sebesar 23 juta dolar AS atau sekitar Rp. 210 miliar (Republika,2012).
Provinsi
Riau adalah salah satu provinsi yang ada di indonesia kaya akan sumber daya
alamnya. Didalam tanah dan diatas tanahnya terhampar kekayaan alam yang tak
terhitung nilainya. Ada minyak bumi, batubara, timah dan berbagai bahan tambang
lainnya terpendam didalam tanah Riau. Sementara diatasnya membentang hutan rawa
gambut dengan segala potensi kayu yang sangat banyak dan berbagai biodiversity
lainnya. Semenanjung Kampar merupakan salah satu hutan rawa gambut yang masih
tersisa di Propinsi Riau.
Konsep
keadilan sosial tertuang sepenuhnya dalam pembukaan undang-undang dasar 1945 yang
bunyinya adalah:
“Pemerintah
negara indonesia yang melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah
darah indonesia dan untuk memajukan kesejahtraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial”
Pengelolaan
Sumber Daya Alam (SDA) tanpa memperhatikan Hak Asasi Manusia (HAM) dapat merugikan
hak ekonomi dan sosial (EkoSos) Masyarakat lokal.
Kenapa penting melindungi hutan?
Kerusakan dan degradasi hutan menyebabkan perubahan iklim dengan dua cara:
- Menggunduli dan membakar hutan hujan tropis akan melepaskan karbondioksida ke atmosfir.
- Wilayah hutan yang berfungsi sebagai penyerap karbon bisa berkurang.
Peran kita sebagai khalifah di bumi ini dalam
mengatur iklim sangatlah penting, jika kita terus menghancurkan hutan hujan tropis,
maka kita akan kalah dalam memerangi perubahan iklim. Hutan adalah rumah bagi
makhluk didunia. Ada jutaan binatang dan tumbuhan yang sangat bergantung pada
hutan hujan tropis. Terlebih lagi, jutaan masyarakat asli hutan bergantung
kepada hutan sebagai sumber kehidupan mereka.
Triminologi Fungsi Hutan Dalam Falsafah Masyarakat Melayu:
- Hutan sebagai marwah
- Hutan sebagai pembentukan budaya
- Hutan sebagai nilai ekonomi
Dalam
konteks HAM, perubahan struktur Sumber Daya Alam sejatinya
menghilangkan hak ekonomi dan sosial (EkoSos) masyarakat lokal. Bagi
masyarakat lokal yang hidup dengan budaya subsistensi, perubahan
struktur sumber daya alam dapat menutup akses masyarakat lokal untuk
memperoleh dan menikmati kekayaan sumber daya alam seperti berburu,
berladang, meramu , menikmati hasil-hasil alam seperti damar, madu, rotan dan buah-buahan yang ada di hutan.
Pada
saat hak ekonomi dan sosial masyarakat lokal terganggu dan bahkan
terancam hilang oleh aktivitas perusahaan maka tanpa disadari akan
melahirkan sebuah konflik dalam
pengelolaan sumber daya alam. Kondisi ini, menstimulasikan terjadinya
resistensi dari masyarakat terhadap kehadiran perusahaan . Kebijakan
tanpa kajian dan analisis serta Lemahnya akomodasi hukum dalam memahami
kepentingan stakeholders menyebabkan terjadinya berbagai konflik ditanah
air antara perusahaan dan masyarakat lokal bahkan telah menelan banyak
korban baik dikalangan perusahaan maupun masyarakat lokal (Konflik
Sumber Daya Alam). Saat ini MORATORIUM (dari Latin, morari
yang berarti penundaan) adalah solusi yang BIJAK untuk semua persoalan
konflik sumber daya alam diindonesia, moratorium ini diharapkan agar
yang berkonflik bisa bermusyawarah dengan dukungan pemerintah indonesia
untuk mencari jalan keluar yang baik bagi setiap stakeholder yang
berkonflik. semoga kedepan indonesia terlepas dari konflik sumberdaya
alam yang berkepanjangan ini dan kebijakan yang dibuat pemerintah
berpihak sepenuhnya kepada rakyat. Bumi yang rapuh ini membutuhkan solusi dan tindakan nyata dari kita.