Tahun ini selalu sama dengan tahun
sebelumnya, musim kemarau selalu ada saja kebakaran hutan dan lahan yang
menimbulkan asap tebal menyelimuti hampir keseluruhan wilayah Riau, banyak
aktifitas yang terganggu oleh asap, salah satunya adalah kegiatan belajar
mengajar di sekolah dan masih banyak lagi kegiatan lain terganggu oleh asap
ini. Asap tidak menyurutkan langkahku untuk melihat sawit yang bersahabat di
Desa Dosan, Kecamatan Pusako, Kabupaten Siak.
Konon desa Dosan sudah ada sejak masa Kerajaan Siak Sri Indrapura. Masyarakat dosan dengan latar belakang pencari
ikan sebagai nelayan di sungai siak dan berkebun karet serta memanfaatkan hasil
hutan non kayu, hidup dengan damai berdampingan serta bersahabat dengan alam
dan hutan.
Berkembangnya Riau membawa perubahan
yang luar biasa pada sektor kehutanan, semarak dengan hadirnya industri dalam
wujud pabrik kelapa sawit serta perkebunan kelapa sawit dengan sekala besar di
sepanjang aliran sungai siak. Juga ikut berkontribusi membuat sungai siak dan
lingkungan sekitarnya menjadi tidak asri lagi dan perlahan mulai tercemar, hal
ini berdampak terhadap masyarakat yang hidup di sepanjang aliran sungai siak,
selain itu juga sangat berdampak buruk pada ikan, Saat ini ikan tidak banyak
lagi seperti dulu, sudah sangat susah untuk ditemukan di sungai siak, nelayan
yang turun kesungai siak pun sudah tidak banyak lagi. Disamping itu Karet yang
ada dikebun masyarakat dosan adalah karet kampung dimana hasil getahnya
sangatlah minim, disamping itu harga karet juga rendah, hanya berkisar Rp
6000/Kg.
Tertinggal dan terbelakang dari segi ekonomi,
masyarakat dosan dibantu penuh oleh pemerintah kabupaten siak tahun 2004 mulai untuk
berkebun kelapa sawit, lahan yang kritis di kelola dan disulap menjadi kebun
kelapa sawit, bermodalkan kemampuan dan pengetahuan yang minim tentang berkebun
kelapa sawit tidak membuat masyarakat dosan menyerah untuk memperbaiki ekonomi mereka.
Bertahun-tahun melewati hari-hari yang sulit, baru di tahun 2010 masyarakat Desa
Dosan baru mulai menikmati hasil jerih payah mereka, perjuangan panjang ini perlahan
memperbaiki dan mengangkat perekonomian masyarakat dosan.
Dengan kunjungan ke desa dosan sangatlah
menambah wawasan saya, desa dosan sudah hampir dua bulan ini tidak turun hujan,
sekarang air disini sulit, sudah hampir dua bulan ini hujan tidak turun,
akibatnya kebun kelapa sawit kami saat ini hasil buahnya tidak maksimal ucap
pak dahlan salah seorang tokoh masyarakat sekaligus seorang Kepala Dusun di
Desa Dosan. Sekarang iklim sangat sulit di tebak,hujan dan kemarau sudah tidak
teratur, “apa ini yang disebut Perubahan Iklim” dimana Cuaca tidak menentu dan
sulit untuk ditebak.
Ketika ditanya kepada pak dahlan apa itu
sawit yang bersahabat, pak dahlan hening sejenak kemudian berkata “ saya tidak
tau apa itu sawit yang bersahabat, yang kami tau adalah suatu cara tradisional
dalam berkebun warisan dari kakek dan nenek kami, sampai saat ini petani sawit
di dosan tidak menggunakan pestisida dan pupuk kimia, semuanya dilakukan dengan
alami dan tradisional. Ketidaktahuan terhadap pupuk kimia dan memiliki komitmen
dalam menjaga hutan yang tersisa diartikan oleh orang luar sebagai petani sawit
yang bersahabat.
Niat baik dari
pelaku perkebunan kelapa sawit untuk
menjaga dan melindungi hutan yang tersisa sangat langka kita rasakan saat ini, di tengah perhatian dunia dewasa ini
terhadap issue pemanasan global dan kepedulian terhadap kelestarian lingkungan,
petani Sawit di Desa Dosan ini patut dipuji. Mereka semakin sadar bahwa alam
ini telah diciptakan Tuhan amat baik adanya dengan segala kebajikannya. Mereka
semakin menyadari bahwa alam merupakan suatu kesatuan terdiri dari banyak
bagian dan semua bagian berjalan dalam keharmonisan, saling melayani dan
berbagi. Segala sesuatu yang ada di alam ini berguna dan berfungsi, saling
melengkapi, melayani dan juga merupakan sumber kehidupan.
Kebun Kelapa Sawit hendaknya menggunakan praktek yang
baik dan ramah terhadap lingkungan, dalam mengatur aliran air pada parit yang
mengelilingi kebun sawit, masyarakat membuat dam serta tidak lagi mengunakan
pupuk yang berbahan kimia. Kesadaran ini jelas tampak dari apa yang mereka lakukan
serta suatu kesadaran untuk tidak lagi memperluas dan menumbang hutan alam yang
tersisa di wilayah desa dosan, dimana larangan ini diperkuat dengan aturan Desa
“PerDes” sebagai komitmen.
Petani di desa Dosan semakin sadar bahwa kebiasaan membakar,
membuka hutan serta berkebun menggunakan pupuk mengandung racun kimia akan
sangat berdampak terhadap rusaknya alam dan ekosistemnya. “Alam telah memberikan kebajikan kepada kami, kami harus bersahabat
dengan alam maka alam akan memelihara kami, memelihara usaha perkebunan kami”.