Cari Blog ketik disini

Minggu, 09 Juni 2013

KONFLIK SDA, SAAT HAK EKONOMI DAN SOSIAL MASYARAKAT DISEKITAR HUTAN TERGANGGU.

Semenanjung Kampar merupakan salah satu kawasan rawa gambut yang masih tersisa di Provinsi Riau, Provinsi Riau memiliki kawasan hutan rawa gambut terluas di Indoensia. Hutan Rawa Gambut Semenanjung Kampar sangat besar maknanya bagi masyarakat yang berada di sekitarnya, saat ini hutan rawa gambut semenanjung kampar terancam dengan keberadaan aktifitas Perkebunan yang  bersekala besar, salah satunya adalah perkebunan HTI Milik PT. RAPP, Menebang hutan alam, Membuka kanal-kanal besar yang menembus ke Sungai Serkap dan Sungai Turip sehingga menghancurkan ekosistem yang ada di Hutan Rawa Gambut Semenanjung Kampar.

Potret Perjuangan Masyarakat Yang Berada disekitar Hutan Rawa Gambut Semenanjung Kampar.
Dalam merebut hak atas lingkungan yang sehat dan bersih sesuai dengan Undang-undang lingkungan hidup No. 32 Tahun 2009 serta mempertahankan hak atas tanah seberang (Semenanjung Kampar) menurut Efendi ketua FMPSK (Forum Masyarakat Penyelamat Semenanjung Kampar), banyak hal yang sudah di lakukan oleh masyarakat dalam berjuang mempertahankan hak, seperti menyurati Kementrian Kehutanan RI, menyampaikan protes masyarakat dengan datang beramai-ramai kekantor bupati Pelalawan, melakukan pembibitan kayu alam serta melakukan aksi damai dengan menanam kayu hutan alam seperti kayu meranti dan kayu mahoni di semenanjung kampar, melakukan aksi membendung kanal-kanal yang ada disemenanjung kampar.

Tahun 2009 pernah ada program Dinas Pertanian yang dikenal dengan OPRM (operasi Pangan Riau Makmur), untuk lahan pertanian masyarakat desa teluk binjai, desa teluk meranti dan desa pulau muda, program pemerintah tersebut dialihkan ke desa yang lain, pada hal kecamatan teluk meranti dahulunya sebelum PT. RAPP ada di kelurahan teluk Meranti, desa ini merupakan salah satu penghasil padi untuk memenuhi kebutuhan pangan di kabupaten Pelalawan, karena areal pertanian yang dikelola masyarakat tersebut sudah ada izin PT. RAPP diatasnya, maka 700 Ha lahan pertanian masyarakat Desa teluk meranti, Teluk Binjai dan Pulau muda saat ini terancam keberadaannya.

Selain itu menurut Pak Dani salah seorang nelayan yang sudah belasan tahun menjadi nelayan di sungai serkap, semenjak perusahaan HTI bersekala besar ini beraktifitas di semenanjung kampar, “mereka mencabik-cabik hutan rawa gambut” ini kami para nelayan sangat dirugikan, dimana perusahaan membuat jembatan yang rendah sekali di sungai serkap, sehingga jika air sungai pasang semua nelayan yang ada disungai serkap sangat susah sekali untuk melewati jembatan yang dibuat oleh PT. RAPP, kemudian ada beberapa kanal  menembus kesungai serkap dan sungai turip serta sungai sangar, sehingga lumpur kanal tersebut masuk ke sungai, lumpur yang berasal dari kanal itu sangat tidak baik untuk sungai dan ikan.

Berangkat dari permasalahan yang di alami masyarakat Kecamatan Teluk Meranti, Masyarakat antarkan berkas gugatan (Citizen Law Suit) ke Pengadilan Negeri (PN) Pelalawan. Surat terdaftar bernomor  15/PDT.G/2011/PN.PLW tanggal 26 Oktober 2011. Dalam gugatan perbuatan melawan hukum atas terbitnya SK 327/2009 itu, Menteri Kehutanan RI jadi Tergugat I dan Bupati Pelalawan tergugat II. Setelah melalui proses mediasi yang tidak menemukan titik temu, maka gugatan warga tersebut berlanjut ke proses sidang di pengadilan Negeri Kabupaten Pelalawan, sampai saat ini sudah 4 kali persidangan, sidang pertama dilaksanakan tanggal 25 Januari 2012, sidang kedua dilaksanakan tanggal 8 Februari 2012, sidang ketiga pembacaan Replik oleh penggugat dilaksanakan tanggal 20 Februari 2012  dan sidang keempat dilaksanakan tanggal 7 maret 2012 yaitu pembacaan Duplik oleh tergugat satu (Menhut) dan tergugat dua (Bupati Pelalawan) dipengadilan negeri pelalawan, kerena ketidak siapan dari kabupaten pelalawan Propinsi Riau. Bagaimana hasil akhir dari persidangan gugatan warga ini, apakah putusan akhir pengadilan nantinya akan berpihak pada masyarakat?
Putusannya berakhir dengan putusan sela, dimana hakim pengadilan negeri Pelalawan menyatakan bahwa persoalan yang diajukan masyarakat bukan wewenang pengadilan negeri pelalawan. miris memang hasilnya, tapi inilah kondisi hukum di indonesia, belum menyentuh pada subtansinya sudah keluar putusan sela.

Banyak yang bertanya, kenapa masyarakat melakukan gugatan perbuatan melawan hukum kepada MENHUT dan Pemerintah Kabupaten Pelalawan, ini merupakan bukti kepatuhan dan tunduknya masyarakat terhadap hukum, bentuk lain dalam memperjuangkan hak terhadap tanah sebagai sumber penghidupan, selain aksi yang dilakukan, masyarakat dalam mempertanyakan haknya juga menggunakan jalur hukum dengan mempertanyakan legalitas yang diperoleh perusahaan yang masuk di wilayah mereka serta dengan masuknya perusahaan tersebut berdampak pada kerugian yang dialami oleh masyarakat di kecamatan Teluk Meranti. Tidak hanya di semenanjung kampar, areal konsesi PT. RAPP blok pulau padang SK 327/2009 juga bermasalah bahkan menelan korban jiwa.

Keberadaan Perkebunan HTI milik PT. RAPP ini sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang ada pada FPIC, dimana ada hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya dan kata mufakat ketika sebuah perusahaan hendak masuk ke wilayah mereka, dilanggarnya nilai-nilai FPIC, dalam konteks HAM  juga ketika perubahan struktur Sumber daya alam sejatinya akan menghilangkan hak ekonomi dan sosial (EkoSos) serta dapat menutup akses masyarakat untuk memperoleh dan menikmati kekayaan sumber daya alam seperti mencari ikan, bertani, berburu, berladang, meramu, menikmati hasil-hasil hutan non kayu seperti damar, madu, rotan dan buah-buahan yang ada di hutan.

Saat hak ekonomi dan sosial masyarakat lokal yang berada disekitar hutan terganggu dan bahkan terancam hilang oleh aktivitas perusahaan yang beroperasi, maka tanpa disadari akan melahirkan sebuah konflik dalam pengelolaan sumber daya alam. Pertumbuhan masyarakat disekitar Hutan rawa gambut setiap tahun akan selalu bertambah, tentunya dengan pertambahan tersebut butuh tempat untuk tinggal, untuk berladang serta untuk bertani.