Cari Blog ketik disini

Selasa, 12 Juni 2012

"MEREKA (ELIT) YANG BERBUAT KAMI YANG MERASAKAN"

Ulayat Kenegrian Tiga Koto Sebelimbing Desa Siabu Kecamatan Salo, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau.

Ada tiga Datuk yang memimpin di Kenegrian Tiga Koto Sebelimbing Desa Siabu Kecamatan Salo. Yang pertama adalah Datuk bandaro hitam, saat ini yang menjabat sebagai datuk bandaro hitam adalah Aman, yang kedua adalah Datuk besar koto padang, yang menjabat saat ini sebagai datuk besar koto padang adalah Ardede, yang ke tiga adalah Datuk rajo melayu, saat ini datuk Rajo Melayu di pegang oleh Saripudin, wilayah kenagarian tigo koto sebelimbing desa siabu kecamatan Luasnya sekitar 10 ribu Ha, ulayat Kenegrian Tiga Koto Sebelimbing ini Kampung tuanya adalah kampung pertemuan yang berada di desa siabu, karena tata ruang, akses jalan yang dibuat pemerintah menyebabkan kampung tua tersebut saat ini sudah ditnggalkan dan menjadi perkebunan dan tempat yang tidak berpenghuni, hampir seluruh masyarakat adat Kenegrian Tiga Koto Sebelimbing berpindah ke tempat yang ada akses jalannya, celakanya lagi saat ini sebagian wilayah dan kampung tua Kenegrian Tiga Koto Sebelimbing telah dikuasai oleh PT. PSPI (Perawang Sukses Perkasa Industri) group APP.

Kita coba lihat batas sepadan dari Kenegrian Tiga Koto Sebelimbing desa Siabu Kecamatan Salo untuk ulayat Datuk Rajo Melayu:
Batas ulayat, sebelah barat berbatasan dengan wilayah datuk bandaro hitam siabu.
sebelah timur berbatasan dengan datuk bandaro kebun durian dan datuk singo lipat kain.
Sebelah selatan berbatasan dengan wilayah datuk besar koto padang.
Sebelah utara berbatasan dengan wilayah datuk godang rumbio, wilayah datuk ulak simano rumbio dan wilayah datuk rajo mangkuto.

Sungai lipai dan Sungai batang ulak adalah  dua sungai yang sangat dikenal betul oleh masyarakat Kenegrian Tiga Koto Sebelimbing dimana sungai tersebut mengalir di wilayah Kenegrian Tiga Koto Sebelimbing, dahulu sebelum perusahaan HTI masuk kewilayah Kenegrian Tiga Koto Sebelimbing, masyarakat hidup dengan tenang dan damai, setelah eksekutif dan legislatif mengeluarkan kebijakan dan izin untuk areal HTI yang diperuntukan kepada perusahaan PT. PSPI di wilayah Kenegrian Tiga Koto Sebelimbing, masyarakat sekarang dihadapkan kepada konflik agraria, “MEREKA YANG MELAKUKAN DAN KAMI YANG MERASAKAN”
Konflik dimulai dari tahun 2006 antara masyarakat Kenegrian Tiga Koto Sebelimbing dengan PT. PSPI,dari tahun 2006 sampai saat ini baru 3 kali perundingan yang sudah dilakukan terkait permasalahan ini, perundingan dilakukan di pekanbaru. Namun belum menuai hasil yang sesuai dan diharapkan oleh masyarakat adat Kenegrian Tiga Koto Sebelimbing. Kemudian baru-baru ini dilakukan Dua kali perundingan yang dilakukan di kantor PT. PSPI. Sampai saat ini konflik ini perundingan belum menuai hasil serta penerapan hasil perundingan belum dilakukan dengan baik, saat ini pihak Kapolres akan mempasilitasi pertemuan antara masyarakat adat datuk rajo melayu dengan PT. PSPI. Dan besar harapannya bisa cepat diselesaikan dan kemujuran berpihak kepada masyarakat adat Kenegrian Tiga Koto Sebelimbing.  

Diperkirakan Dari total luas 10.000 H wilayah datuk rajo melayu Yang bersengketa 4500 Ha dengan PT. PSPI Dan 2000 Ha bersengketa dengan PT. Siliandra Perkasa. 3500 Ha berada diwilayah AWR sebagai Lapangan Tembak bagi Auri.

Masyarakat adat Kenegrian Tiga Koto Sebelimbing membentuk kelompok tani pada wilayah adat agar dikelola dengan baik oleh anak koponakan, nama kelompok tani tersebut adalah kelompok tani Pertemuan Jaya dan datuk Rajo Melayu memberikan restu anak koponakan mengelola wilayah adat atau yang kita kenal dengan ulayat seluas 2000 Ha. yang kondisinya saat ini diserobot dan bermasalah dengan PT. PSPI (APP Group).

Konflik sumberdaya alam seperti ini tidak hanya terjadi di kenagarian tiga koto sebelimbing saja, konflik sumberdaya alam ini terjadi hampir diseluruh indonesia. MASYARAKAT ADAT TANPA WILAYAH ADAT.

Dalam pemerataan pembangunan nasional, berlindung dibalik kata kesejahteraan ekonomi, investasi pemerintah indonesia mulai menjual kekayaan alam indonesia ke tangan asing, apakah masyarakat di sekitar sumberdaya alam menjadi sejahtera dan makmur, jawabanya tentu kita tau, kesengsaraan dan konflik yang diterima oleh masyarakat yang berada disekitar sumberdaya alam tersebut.

kapan mental korup itu hilang dari diri pejabat dan aparat bangsa ini, dan kapan penerapan hukum positif di indonesia bisa berjalan dengan adil dan benar, masyarakat adat mendapatkan hak kelola yang penuh dan mendapatkan posisi yang kuat dimata hukum positif indonesia, jika ini terlaksana dengan baik tentu konflik sumberdaya alam di indonesia tidak akan pernah ada, masyarakat adat akan hidup tenang, makmur dan sejahtera. 

Menjaga hutan adat yang tersisas berarti kita juga menjaga budaya dan adat warisan nenek moyang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar