Cari Blog ketik disini

Rabu, 05 September 2012

Dinamika Konflik SDA, Pakar Hukum dan Ilmu Pengetahuan Harus Bertindak.

Menurut Arsyad dan Rustiadi (2008), tanah diartikan ke dalam empat pengertian. Makna pertama tanah adalah sebagai tempat tumbuh tanaman atau pedon (memiliki arti sepadan dengan soil). Makna tanah kedua adalah sebagai bahan hancuran berasal dari bahan induk (regolith). Selanjutnya, makna kata tanah ketiga adalah lahan atau land yang diartikan sebagai ruang dipermukaan bumi sebagai tempat beraktifitas. Makna yang keempat dari tanah adalah seperti terkandung dalam UUD 1945 maupun Undang-Undang Pokok Agraria (UU Nomor 5 Tahun 1960) yakni sumberdaya agraria (kadang disebut juga sumberdaya agraris, agrarian resources). 

Tanah dalam pengertian agraria mencakup tanah (lahan), air dan angkasa sepanjang terkait dengan pengunaan lahan. Tanah sebagai agraria memiliki kesatuan multidimensi yakni fisik, kimia, biologi, sosial, ekonomi, politik dan magis-religius. Bagi bangsa Indonesia, tanah memiliki makna yang lebih luas dari pada lahan. Hal ini mudah dijelaskan karena kata tanah sudah muncul sebelum masa kemerdekaan, sedangkan kata lahan muncul setelah tahun 1970-an. 

Triminologi Fungsi Hutan Dalam falsafah masyarakat melayu:
  • Hutan sebagai marwah
  • Hutan sebagai pembentukan budaya
  • Hutan sebagai nilai ekonomi
Dalam konteks HAM, perubahan struktur Sumber Daya Alam sejatinya menghilangkan hak ekonomi dan sosial (EkoSos) masyarakat lokal. Bagi masyarakat lokal yang hidup dengan budaya subsistensi, perubahan struktur sumber daya alam dapat menutup akses masyarakat lokal untuk memperoleh dan menikmati kekayaan sumber daya alam seperti berburu, berladang, meramu , menikmati hasil-hasil alam seperti  damar, madu, rotan dan buah-buahan yang ada di hutan.

Pada saat hak ekonomi dan sosial masyarakat lokal terganggu dan bahkan terancam hilang oleh aktivitas perusahaan maka tanpa disadari akan melahirkan sebuah  konflik dalam pengelolaan sumber daya alam. Kondisi ini, menstimulasikan terjadinya resistensi dari masyarakat terhadap kehadiran perusahaan . Kebijakan tanpa kajian dan analisis serta Lemahnya akomodasi hukum dalam memahami kepentingan stakeholders menyebabkan terjadinya berbagai konflik ditanah air antara perusahaan dan masyarakat lokal bahkan telah menelan banyak korban baik dikalangan perusahaan maupun masyarakat lokal (Konflik Sumber Daya Alam). Saat ini MORATORIUM (dari Latin, morari yang berarti penundaan) adalah solusi yang BIJAK untuk semua persoalan konflik sumber daya alam diindonesia, moratorium ini diharapkan agar yang berkonflik bisa bermusyawarah dengan dukungan pemerintah indonesia untuk mencari jalan keluar yang baik bagi setiap stakeholder yang berkonflik. semoga kedepan indonesia terlepas dari konflik sumberdaya alam yang berkepanjangan ini dan kebijakan yang dibuat pemerintah berpihak sepenuhnya kepada rakyat. Bumi yang rapuh ini membutuhkan solusi dan tindakan nyata dari kita.

Dalam kamus bahasa indonesia arti Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan melalui proses, cara, perbuatan mendidik, dengan menanamkan nilai luhur dan kejujuran. Saat ini kejujuran dalam ancaman yang serius. Kejujuran telah menjadi sejenis makhluk yang harus dilindungi, masyarakat ilmiah yang memiliki keahlian dan ilmu pengetahuan harus dibekali kejujuran dan berpegang teguh pada etika dan moral.

Akademisi sangat erat kaitannya dengan etika dan moral, Etika lebih banyak bersifat teori sedangkan moral lebih bersifat praktek, etika membicarakan bagaimana seharusnya sedangkan moral membicarakan bagaimana adanya. Akademis bersifat ilmiah, bersifat ilmu pengetahuan dan bersifat teori, masyarakat akademis (sivitas akademika) lazim juga disebut masyarakat ilmiah.

Setiap riset ataupun kajian ilmiah akan selalu dibayang-bayangi kepentingan, Tindakan menerobos norma hukum dan etika akan selalu kita temui demi tercapainya sebuah kepentingan, baik kepentingan ekonomi, Kepentingan Politik, Kepentingan Sosial dan Budaya. Jika kepentingan menang makan akan menyebabkan riset atau kajian menjadi tidak obyektif lagi, akan cenderung “Takut Sama Bapak atau Riset Sesuai Pesanan”.

Menjadi seorang Pakar atau ahli harus netral dan berani, tidak boleh terikat dan takut pada instansi apa pun demi sebuah kebenaran. dalam melakukan suatu riset atau kajian agar hasil yang diperoleh bisa obyektif, jika diselimuti banyak ketakutan akan menjadi sebuah dilema yang harus dipandang serius untuk para pakar dan para ahli kita di indonesia sebab ini menyangkut hajat hidup orang banyak,  seperti  takut dipecat atau di mutasikan jika ilmuan atau pakar tersebut adalah seoarang PNS, takut miskin karena tidak dipakai lagi oleh perusahaan yang membayar sangat besar atas jasanya, takut Kariernya tenggelam dan lain sebagainya.

Di indonesia para pakar dan para ahli pada masing-masing bidang keilmuan dan teknologi ini sangat dibutuhkan sekali karena kajian ilmiah dan riset mereka untuk masukan dan bahan pertimbangan pada setiap kebijakan baru yang akan dibuat serta dikeluarkan oleh pemerintah indonesia baik untuk jangka pendek, menengah dan jangka panjang karena kebijakan tersebut menyangkut hajat hidup dan sumber penghidupan orang banyak.

Sampai tahun 2012 ini masih banyak konflik lahan dan tanah di indonesia yang belum banyak terselesaikan dengan baik dan benar, Hukum dan para akademisi harus bersatu dan bertindak cepat untuk tegaknya keadilan bagi seluruh masyarakat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Akademisi yang jujur mengedepankan etika den moral adalah harapan bangsa indonesia, dengan memiliki kemampuan dan keahlian pada masing-masing bidang keilmuan dan teknologi khususnya dibidang tanah dan manajemen lahan sangat diperlukan untuk mengawal tegaknya hukum dalam menyelesaikan semua persoalan konflik tanah dan lahan di indonesia, serta memberikan masukan dan pertimbangan dengan melakukan kajian ilmiah dan riset dilapangan untuk setiap kebijakan baru yang akan dikeluarkan oleh pemerintah indonesia.


Selasa, 04 September 2012

KOALISI SESALKAN PERNYATAAN TIM VERIFIKASI KERENTANAN DAN GAMBUT BLOK PULAU PADANG


Sejak tanggal 31 Agustus hingga 3 September 2012, Tim Verifikasi Kerentanan Lingkungan dan Gambut pada areal HTI PT RAPP di blok Pulau Padang, berkumpul di batam kemudian turun ke Kabupaten Kepulauan Meranti untuk melakukan sosialisasi.

Tanggal 1 September 2012 Tim Verfiikasi Kerentanan Lingkungan dan Gambut melakukan sosialisasi dihadapan Kepala Desa se Pulau Padang minus desa Mengkirau dan desa Bagan Melibur dan tokoh masyarakat di Selatpanjang. Dalam paparannya Prof Budi Budi Indra Setiawan dari IPB juga ketua tim Verifikasi menyampaikan Pulau Padang tak akan tenggelam dan HTI bukan ancaman di Pulau Padang.
Keesokan harinya , tanggal 2 September 2012 di Pekanbaru, tim verifikasi melakukan sosialisasi keberadaan dan rencana kerja tim kepada Koalisi Pendukung Perjuangan Rakyat Kepulauan Meranti di Pekanbaru.

 “Koalisi Pendukung Perjuangan Rakyat Kepulauan Meranti sangat  menyayangkan sekali pernyataan ketua Tim verifikasi bahwa tim verifikasi hanya dapat bekerja apabila surat Kementrian kehutanan perihal penghentian sementara kegiatan IUPHHK-HT PT. RAPP di Pulau padang dicabut kembali,” tim verifikasi bertugas mengukur kerentanan lingkungan saat perusahaan beroperasi dan merasa tidak berwenang membahas legalitas izin dan dokumen Amdal yang telah terbit.

Padahal merujuk Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK. 118/Menhut-IV/2012 Tentang Tim Verifikasi Kerentanan Lingkungan dan Gambut di Areal IUPHHK-HT RAPP di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau tertulis dalam keputusan Tim Verifikasi mempunyai tugas yang jelas yaitu melaksanakan pengukuran, pelaporan dan verifikasi terhadap kerentanan lingkungan dan gambut di areal IUPHHK-HTI PT. RAPP pada lahan gambut blok Pulau Padang. Dalam surat SK itu tak disebutkan, Tim bekerja pra atau pasca PT RAPP beroperasi. Ini sangat bertolak belakang dengan apa yang disampaikan oleh ketua tim verifikasi kepada Koalisi Pendukung Perjuangan Rakyat Kepulauan Meranti saat dipekanbaru.

“Tim verifikasi seyogyanya bersedia memverifikasi dokumen Amdal yang yang menjadi dasar terbitnya SK 327 tahun 2009 dan memverifiksi apakah hipotesis Pulau Padang terancam tenggelam baik tanpa HTI maupun ada HTI, karena pulau padang adalah areal dimana kedalaman gambutnya mencapai diatas 3 meter”

“Ini tidaklah melanggar tugas yang diamanatkan Menhut kepada tim, hanya bergantung pada tim bersedia berpikir dan bekerja keras atau tidak. Yang jelas mereka adalah kumpulan para pemikir dan pakar yang ditugaskan oleh Menteri.”

Tahapan yang harus dilakukan tim verifikasi seharusnya, pertama, memverifikasi prosedur dan laporan dokumen Amdal. Kedua, memverifikasi keabsahan terbitnya SK 327 tahun 2009. ketiga, memverifikasi hipotesis ancaman tenggelam Pulau Padang, baik ada HTI maupun tanpa ada HTI di pulau padang. 

Konflik masyarakat dengan PT RAPP (APRIL Grup) terjadi sejak keluarnya SK Menhut Nomor 327 tahun 2009. SK ini sendiri menambah luasan wilayah konsesi RAPP yang sebelumnya sudah diperoleh di wilayah Riau yang diantara konsesi tambahannya terdapat di hutan gambut Pulau Padang dan Semenanjung Kampar.“Penyimpangan hukum atas terbitnya SK 327 tersebut setidaknya terdapat pada proses kelengkapan administrasi, konfirmasi kawasan, penyusunan Amdal dan pelanggaran terhadap aturan hukum lainnya. Dari pelanggaran proses perizinan ini wajar saja protes dari masyarakat terus terjadi karena ini menyangkut pengambil-alihan hak kelola dan penguasaan tanah dari generasi mereka,”

Selain itu, Pulau Padang sejatinya masuk dalam kategori pulau kecil dan terbentuk dari kubah gambut yang sangat rentan jika ada aktifitas konversi hutan skala luas dan kanalisasi sehingga merusak struktur dan membuat gambut menjadi kering. 

Selain itu, perkebunan sagu dan karet yang menjadi sektor andalan masyarakat Pulau Padang akan terganggu karena konversi hutan gambut. Di sisi lain masyarakat lokal juga memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap hutan. Bukan saja sektor lingkungan dan ekonomi, dampak sosial dari SK 327/2009 blok pulau padang ini juga jauh lebih merugikan. Sejak SK ini diterbitkan, keutuhan sosial masyarakat menjadi tidak stabil lagi.

Penyelesaian konflik secara sepihak dan pro-industri meningkatkan keresahan sosial. “Masyarakat Pulau Padang yang pada mulanya hidup tenang dengan pola pertanian dan perkebunan sagu dan karet, saat ini mulai terusik ketika PT. RAPP masuk, dengan mengubah hutan alam seluas 40.000 hektar dari 110.000 hektar luas Pulau Padang menjadi tanaman monokultur Akasia,”