Cari Blog ketik disini

Rabu, 07 September 2011

KEBAKARAN HUTAN DI RIAU

Jumlah titik api di seluruh Indonesia berdasarkan citra satelit Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dari 5 tahun belakangan ini yaitu : pada tahun 2006 (146.264 titik Api), tahun 2007 (37.909 titik api), tahun 2008 ( 30.616 titik api), tahun 2009 (29.463 titik api), tahun 2010 (9.898 titik api), sampai bulan mei 2011 (1.585 titik api).

Kebakaran hutan dan lahan sudah menjadi tradisi tahunan di Indonesia, terutama pada musim kemarau datang. kebakaran yang berskala besar di tahun 1997- 1998, diperkirakan sekitar 10 juta hektar lahan yang rusak dan terbakar, dengan kerugian Indonesia sekitar 3 milyar dollar Amerika. Kebakaran lahan yang terjadi ini mengakibatkan lepasnya emisi gas rumah kaca (GRK) sebanyak 0,81-2,57 Gigaton karbon ke atmosfer (setara dengan 13-40% total emisi karbon dunia yang dihasilkan dari bahan bakar fosil per tahunnya) yang berarti menambah kontribusi terhadap perubahan iklim dan pemanasan global. Dampak penting dari kebakaran hutan dan lahan sangat dirasakan terutama oleh masyarakat yang menggantungkan hidupnya kepada hutan, satwa liar (seperti gajah, harimau dan orang utan) yang kehilangan habitatnya, sektor transportasi karena terganggunya jadwal penerbangan dan juga masyarakat secara keseluruhan yang terganggu kesehatannya karena terpapar polusi asap dari kebakaran. Tercatat sekitar 70 juta orang di enam Negara di lingkup ASEAN terganggu kesehatannya karena menghirup asap yang diekspor dari kebakaran di Indonesia pada tahun 1997-1998.
Hampir setiap tahun berturut-turut, kejadian kebakaran hutan dan lahan berulang dengan berbagai tingkatan. Pada tahun 2002 dan 2005, kebakaran hutan dan lahan terjadi kembali dengan skala yang cukup besar terutama diakibatkan oleh konversi hutan di lahan gambut oleh perusahaan. Dari data yang terkumpul terhitung sejak 1997-98, rata-rata 80% kebakaran hutan dan lahan terjadi di lahan gambut. Data yang dianalisis WWF-Indonesia menunjukkan bahwa di Provinsi Kalimantan Tengah mayoritas kejadian kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2002-2003 terjadi di lahan gambut sedangkan di Provinsi Riau dalam periode tahun 2001-2006, sekitar 67% hotspots (titik panas) terjadi di lahan gambut.
Hutan pada lahan gambut memiliki peranan yang sangat penting dalam penyimpanan karbon (30% kapasitas penyimpanan karbon global adalah di dalam tanah) dan moderasi iklim sekaligus memberikan manfaat keanekaragaman hayati, pengatur tata air, dan pendukung kehidupan masyarakat. Indonesia memiliki 20 juta hektar lahan gambut, paling luas terletak di Sumatera (Riau memiliki 4 juta hektar) dan Kalimantan.
Pondasi utama dari lahan gambut yang baik adalah air. Bila terjadi pembukaan hutan gambut maka hal ini akan mempengaruhi unit hidrologinya. Dengan sifat gambut yang seperti spons (menyerap air), maka pada saat pohon ditebang dan lahannya dibuka, akan terjadi subsidensi sehingga tanah gambut yang sifatnya hidropobik tidak akan dapat lagi menyerap air, sehingga gambut tersebut kemudian mengering. Dalam proses ini terjadilah pelepasan karbon dan sekaligus mengakibatkan lahan gambut rentan terhadap kebakaran yang akhirnya dapat menyumbangkan pelepasan emisi karbon. Menurut Data Kementerian Lingkungan Hidup, diperkirakan lahan gambut di Riau menyimpan kandungan karbon sebesar 14.605 juta ton.
Untuk pemerintah Indonesia dalam hal ini yang harus dilakukan adalah:
  • Pembukaan lahan gambut di Indonesia harus dihentikan.
  • semua lahan gambut harus dilindungi dan dikelola secara seksama dengan memperhatikan tata hidrologi secara makro dan potensi lepasnya emisi karbon ke atmosfer.
  • Sektor swasta wajib menerapkan praktek pengelolaan lestari dan bertanggung jawab.
  • Harus ada mekanisme terpadu untuk upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan, guna mensinergikan dan menerapkan peraturan terutama terkait perlindungan lingkungan hidup. 
  • Masyarakat setempat harus diberdayakan oleh pemerintah dan sektor swasta dalam pengelolaan lahan yang lestari dan berkelanjutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar